Beberapa
waktu yang lalu saya mengunjungi 3 negara tetangga, yaitu Singapura, Malaysia,
dan Thailand. Dalam perjalanan saya menjelajahi ketiga negara tersebut saya
merasa “dipermudah” dengan adanya transportasi publik yang memadahi.
Negara-negara tersebut memiliki bus, kereta, serta MRT sebagai penopang
transportasi darat. Sekembalinya saya dari negara-negara tersebut saya
mengalami peristiwa tidak menyenangkan ketika saya sampai di bandara dan menaiki
taksi untuk menuju stasiun commuter line terdekat untuk menghemat biaya. Kondisi
jalanan sangat macet serta tidak ramah. Ketika berada di kereta commuterline
pun juga berdesak-desakan. Apalagi saya membawa koper yang sangat membatasi
gerak saya. Saat itulah pikiran saya tentang kondisi transportasi di negeri
kita terutama di ibukota Jakarta menjadi terbuka.
Transportasi di Jakarta
Berbicara
tentang transportasi di Jakarta memang tiada habisnya. Kata pertama yang akan
dilontarkan seseorang ketika ditanya tentang transportasi Jakarta adalah
“kemacetan”. Kota dengan populasi terbesar di Asia Tenggara ini menduduki
peringkat ke 7 sebagai kota termacet di dunia. Banyaknya pendatang dari daerah
lain yang ke Jakarta serta banyaknya arus kendaraan dari kota sekitar seperti
Depok, Bogor, Bekasi dan Tangerang membuat kota ini seakan sudah kewalahan
dalam menangani transportasi. Setiap harinya kota Jakarta melayani pergerakan
25,4 juta perjalanan. Memang telah banyak transportasi publik yang tersedia di
Jakarta antara lain Transjakarta, Commuter Line, dan lain-lain. Namun dengan
banyaknya populasi serta jumlah kendaraan yang semakin bertambah, membuat
pemerintah harus memutar otak untuk menyediakan transportasi yang efektif serta
efisien.
Mengingat
Jakarta merupakan kota dengan populasi terbesar di Asia Tenggara Dinas
Perhubungan DKI Jakarta mencatat bahwa kerugian masyarakat yang disebabkan oleh
kemacetan Jakarta mencapai 150 Trilyun per tahun. Sungguh angka yang sangat
fantastis jika dana tersebut digunakan untuk membangun proyek infrastruktur
transportasi.
Transportasi Publik Berbasis Rel
Sampai
saat ini, transportasi publik darat yang dianggap paling efektif adalah transportasi
berbasis rel. Selain karena dapat menampung penumpang lebih banyak,
transportasi publik berbasis rel/kereta juga efisien karena memiliki jalur
khusus sehingga tidak bersinggungan dengan alat transportasi lainnya. Saat ini
di Jakarta telah ada kereta Commuter Line yang menghubungkan Jakarta dengan
daerah sekitar yaitu Bekasi, Depok, Bogor, dan Tangerang. Namun kereta Commuter
Line tersebut belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan masyarakat Jakarta dan
sekitarnya. Hal ini dibuktikan dengan terlalu padatnya penumpang yang menaiki
kereta, apalagi ketika jam berangkat dan pulang kerja.
Kehadiran MRT Jakarta menjadi
Angin Segar Transportasi di Ibukota
MRT
atau Mass Rapid Transit merupakan alat transportasi publik berbasis kereta yang
telah lebih dahulu diadopsi oleh negara-negara maju, bahkan negara-negara
tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand. MRT dianggap paling efektif
sebagai alat transportasi di Jakarta, mengingat jumlah populasi yang semakin
banyak serta lahan jalan yang tidak mungkin diperluas lagi.
Proyek
MRT Jakarta ini dikerjakan oleh PT MRT Jakarta yang menggunakan teknologi
terkini dengan tingkat keselamatan yang tinggi. Proyek MRT Jakarta direncanakan
akan dibagi menjadi 2 koridor, yaitu koridor Selatan-Utara dan koridor
Timur-Barat. Koridor Selatan-Utara menghubungkan stasiun Lebak Bulus di Jakarta
Selatan dengan stasiun Kampung Bandan di Jakarta Utara. Untuk Koridor
Selatan-Utara ini dibagi menjadi 2 fase, yaitu fase 1 dari stasiun Lebak Bulus
sampai stasiun Bundaran HI, serta fase 2 yaitu stasiun Bundaran HI sampai
stasiun Kampung Bandan.
Saat
ini sedang dilakukan pembangunan Jalur MRT Koridor Selatan-Utara fase 1 yang
menghubungkan stasiun Lebak Bulus dengan stasiun Bundaran HI. Dalam koridor 1
ini terdapat 13 stasiun, yang terdiri dari 7 stasiun pada jalur layang (dari
stasiun Lebak Bulus, stasiun Fatmawati, stasiun Cipete Raya, stasiun Haji Nawi,
stasiun Blok A, stasiun Blok M, hingga stasiun Sisingamangaraja), serta 6
stasiun pada jalur underground/ bawah tanah (dari stasiun Senayan, stasiun
Istora, stasiun Bendungan Hilir, stasiun Setiabudi, stasiun Dukuh Atas, hingga
stasiun Bundaran HI.
Proyek
MRT Jakarta Fase 1 Koridor Selatan-Utara ini per 31 Juli 2017 progres
pembangunan keseluruhan konstruksinya sudah mencapai 76,08 %. Rencananya MRT
ini akan diuji coba pada tahun 2018 dan dapat mulai beroperasi pada bulan Maret
tahun 2019. Nantinya kereta MRT akan beroperasi mulai pukul 05.30 WIB hingga
pukul 24.00 WIB dengan jeda waktu keberangkatan setiap 5 menit dan dengan waktu
tempuh kurang lebih 30 menit. Bayangkan saja anda nanti dapat menempuh
perjalanan dari Lebak Bulus ke Bundaran HI yang biasanya lebih dari 2 jam
menjadi hanya 30 menit saja dengan MRT Jakarta. Dan jangan takut akan berdesak-desakan,
karena satu rangkaian kereta yang terditi dari 6 kereta dapat menampung
penumpang hingga 1200 orang, serta waktu tunggu untuk kereta berikutnya hanya 5
menit.
Sudah
saatnya Jakarta memiliki layanan transportasi publik yang nyaman dan aman agar
tidak ketinggalan dengan negara tetangga. MRT Jakarta akan menjadi solusi
kemacetan Jakarta serta menjadi gambaran kemajuan transportasi publik di
Jakarta maupun di Indonesia. Mari Bekerja Bersama #Ubah Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar